Transformasi Ekonomi Dari Negara Miskin Menjadi Superpower
Oleh : Dr. Uli Wildan Nuryanto
Siapa yang tidak mengenal Cina atau saat ini disebut Tiongkok yang identik dengan sebutan Negeri Tirai Bambu. Negara dengan jumlah populasi penduduk terbesar didunia dan merupakan negara terluas ketiga didunia setelah Rusia dan Kanada, telah mengalami lompatan ekonomi yang sungguh luar biasa.
Saat ini Ekonomi Cina menjadi yang terbesar kedua dibawah Amerika Serikat setelah sebelumnya menggeser Jepang. Bahkan berdasarkan tingkat pertumbuhan dan kecendrungan peningkatan ekonomi saat ini banyak analis ekonom yang memprediksi antara tahun 2025 hingga 2030 Cina akan menyalip Amerika dalam hal ekonomi dan menjadi negara Superpower.
Transformasi ekonomi Cina tidaklah berjalan instan dan mudah, Cina bahkan pernah mengalami masa-masa susah dalam hal ekonomi pada tahun 1960 – 1970an yang ditandai dengan tingkat kemiskinan terparah di dunia, dimana terlihat mayoritas penduduk Cina saat itu menjalani kehidupan yang serba sulit.
Dengan tingkat kemiskinan yang begitu tinggi, banyak masyarakt Cina yang mengalami kesulitan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bahkan pasca perang dunia ke 2, Cina pernah mengalami bencana kelaparan terburuk yang terjadi antara tahun 1958-1962 yang merenggut 43 juta orang meninggal dunia.
Namun setelah 4 dekade lamanya, Cina saat ini telah berubah signifikan menjadi sebuah Negara dengan kekuatan Ekonomi yang luar biasa. Dalam perspektif ekonomi, setidaknya penulis menilai terdapat enam faktor yang mendorong lompatan besar Cina menjadi kekuatan Ekonomi dunia saat ini, antara lain, yang pertama adalah reformasi sistem ekonomi, kedua adanya kebijakan ketat bagi Investor Asing, ketiga kebijakan moneter yang mendukung Industri, keempat ekspansi ekspor, kelima adalah pengelolaan sumber saya manusia melalui investasi pendidian yang berkualitas dan yang keenam adalah konsumsi dalam negeri yang terus meningkat
Program Reformasi Sistem Ekonomi
Kebangkita ekonomi Cina mulai menggeliat saat Pemerintahan Den Xiao Ping yang merupakan penerus dari Mao Zedong, mulai melakukan pelonggaran terhadap sistem sentralisasi perlahan diubah menjadi desentralisasi dan aktifitas ekonomi diotonomikan ke pemerintah daerah.
Melalui desentralisasi maka terjadi peningkatan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan disemua daerah, beban pemerintah pusat menjadi terbagi dan lebih ringan akibat berkurangnya penumpukan pekerjaan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Keuntungan lainnya adalah proses birokrasi menjadi tidak terlalu panjang, dan lebih efisien dalam segi biaya dan memungkinkan adanya perhatian lebih terhadap daerah tertinggal oleh pemerintah daerah setempat.
Pada masa pemerintahan Den Xiao Ping, mulai menghapuskan sistem kuota dari produk hasil pertanian dan mengizinkan para petani untuk menjual surplus hasil pertanian mereka. Sehingga para petani mulai sejahtera dan ekonomi meningkat, serta mulai mucul tanda-tanda kebangkitan ekonomi.
Dibandingkan sebelumnya yang serba dikontrol oleh pemerintah pusat dan seluruh kebutuhan masyarakatnya dijatah oleh pemerintah pusat.
Pada masa Den Xiao Ping mulai membuka hubungan dengan negara-negara lain. Cina mulai membuka kerjasama dengan mengizinkan investor asing untuk berinvestasi dibeberapa wilayah khusus yang disebut sebagai Special Economic Zones (SEZ) atau jika di indonesia disebut sebagai Kawasan Ekonomi Khusus.
SEZ diberi wewenang khusus untuk menjalankan dan mengelola ekonomi secara bebas, sebagai contoh di daerah Shenzen, Zhuhai, Shantao dan Xiamen sekitar awal tahun 1980an dan mulai melakukan perdagangan internasional dengan negara luar.
Pemerintah memberikan fasilitas SEZ dengan buruh yang dibayar murah dan fasilitas yang memadai seperti infrastruktur serta memberikan kelonggaran ekonomi seperti memberikan insentif pajak.
Pada masa ini, pemerintah Cina banyak membangun infrastuktur penunjang yang begitu penting seperti pembangunan Pelabuhan, Jalur rel kereta api, Pembangkit listrik, Bandara yang kesemuanya saling terkoneksi di wilayah SEZ sehingga jalur distribusi bahan baku dan produk menjadi saling terkoneksi dan efisien.
Pemerintah Cina juga melakukan Aglomerasi Industri dengan melakukan pengelompokan karakteristik industri yang memiliki kesamaan pada suatu lokasi industri yang sama, sehingga menghasilkan jaringan distribusi yang tertata rapih, efektif dan efisien serta membuat produktivitas industri menjadi sangat tinggi.
Dengan adanya SEZ inilah akhirnya menjadi pondasi yang kokoh dan menarik para investor asing untuk mendirikan pabrik di Cina.
Kebijakan Ketat Bagi Investor Asing
Pemerintah Cina tidak sembarangan menerima investor asing begitu saja, namun memiliki regulasi dimana investasi asing haruslah berupa FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi dalam bentuk sektor riil dan bukan investasi dalam bentuk asset kertas atau surat hutang.
Sehingga investor asing tidak boleh hanya berinvestasi dengan menyalurkan modal yang hanya dipinjamkan kepada para pengusaha lokal, hal ini menimbulkan efek dimana investor asing tidak bisa seenaknya begitu saja menarik dana investasinya karena dana investasi sudah terkonversi menjadi pabrik dan faktor produksi yang bersifat padat karya.
Pemerintah juga mewajibkan investor untuk melakukan joint venture dengan perusahaan lokal, dimana perusahaan lokal diberikan hak untuk memimpin proyek sekaligus juga mendapatkan transfer knowledge sehingga para pengusaha dan pekerja lokal dapat mempelajari dan memproduksi ulang teknologi-teknologi kunci seperti komputer, peralatan elektronik, peralatan komunikasi, bahkan peralatan militer.
Dampak yang dihasilkan dari kebijakan ini sungguh luar biasa, dimana akhirnya muncul perusahaan-perusahaan lokal yang mampu memperoduksi barang yang sama percis dengan produksi aslinya seperti produk-produk Eropa, Jepang dan Amerika namun dengan harga yang jauh lebih murah.
Kebjakan Moneter Bank Sentral
Pengaruh sektor ekonomi lokal yang terus berkembang berdampak signifikan terhadap sektor liquiditas yang menjadi melimpah. Hal tersebut berasal dari tabungan perusahaan-perusahaan lokal yang terus bertambah dan berkembang.
Hal ini digunakan oleh Pemerintah Cina untuk membeli Obligasi atau Surat Hutang Negara Amerika sejak tahun 1995, bahkan saat ini hutang Amerika terhadap Cina sudah lebih dari 1 Triliun USD.
Tentunya diawal Amerika Serikat sangat senang dengan adanya pembelian Obligasi Negara oleh Pemerintah Cina, mengingat Amerika mendapatkan uang segar dengan bunga yang kecil. Terlebih dengan adanya pembelian Obligasi Negara, pemerintah Cina harus merewind USD secara besar-besaran yang menimbulkan dampak nilai tukar Yuan terhadap USD terus menurun sementara nilai USD terhadap Yuan terus menguat, sehingga Amerika bisa terus menerus membeli produk-produk Cina dengan harga yang miring. Namun hal tersebut justru menjadi bom waktu bagi Amerika, dimana produk-produk Cina akhirnya menjadi semakin murah dipasaran Internasional.
Sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2005, nilai mata Yuan jatuh mendadak terhadap USD dan stabil pada angka 8,277 per USD, yang menyebabkan produk Cina menjadi semakin murah dan dapat menguasai pangsa pasar ekspor internasional.
Padahal dulunya ekspor Internasional dikuasai oleh produk-produk yang berasal dari negara yang berinvestasi di Cina seperti Jepang dan Jerman. Seiring dengan berjalannya waktu, produk-produk Cina mulai semakin berkembang dan mengalami peningkatan kualitas menyamai kualitas produk-produk Eropa sehingga akhirnya produk Cina menjadi tidak bisa tersaingi lagi dipasar internasional karena jauh memiliki harga yang lebih miring dibandingkan produk Eropa, Jepang atau bahkan Amerika. Saat ini akhirnya seluruh dunia bergantung terhadap produk Cina dan tidak bisa menyaingi ekspor Cina.
Ekspansi Ekspor
Kebijakan moneter yang membuat produk Cina menjadi murah dan mulai berkualitas yang ditopang dengan sumber bahan baku yang melimpah dengan harga yang murah serta dengan dukungan ekosistem industri yang mumpuni.
Membuat Cina sanggup untuk menghasilkan produk dengan jumlah yang melimpah, kualitas bersaing, harga murah dan jaringan distribusi internasional yang sudah saling terkoneksi dengan baik.
Pemerintah Cina juga memberikan dukungan dengan membebankan pajak ekspor yang rendah bahkan sampai menghapus pajak berganda dan PPN 0% bagi produk-produk ekspor. Pemerintah juga memberikan subsidi kepada kawasan industri misalnya dengan mensubsidi tagihan listrik dan air sampai 30% sehingga industri menjadi semakin produktif dan dampaknya harga produk menjadi murah dipasar internasional.
Dengan keunggulan inilah pada tahun 2017 Cina mulai menjadi eksportir terbesar di dunia dengan nilai ekspor mencapai 2,4 Triliun USD. Dan saat ini terus meningkatkan nilai ekspornya melalui ekspansi ekspor.
Peningkatan SDM melalui Investasi Pendidikan yang Berkualitas
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwasanya SDM yang unggul hanya mampu didapatkan dengan kualitas Pendidikan yang bermutu tunggi.
Dalam hal ini, pemerintah China memiliki fokus terhadap bidang Pendidikan. Sejak tahun 1980an Pemerintah Cina banyak berinvestasi terhadap Pendidikan dengan mengirimkan pelajarnya untuk mengeyam Pendidikan di Amerika, Kanada, Inggris, Australia dan Eropa bahkan ditahun 1990an pemerintah Cina banyak mendatangkan tenaga pengajar dari Amerika untuk mengajar anak-anak muda di Cina pada level perguruan tinggi.
Cina memiliki sistem Pendidikan yang bersifat transentralisasi, artinya terbagi mulai dari Level Pusat, Provinsi, Kota/Kabupaten, sampai kedaerah ekonomi setingkat Kotamadya yang terdiri dari empat level pendidikan antara lain Pendidikan dasar, Pendidikan menengah atau kejuruan, Pendidikan Tinggi dan Pendidikan Dewasa serta memiliki pendidikan non formal yaitu pendidikan literasi.
Kurikulum Pendidikan di Cina lebih fleksibel dengan kebutuhan siswanya dan kesejahteraan guru yang lebih diperhatikan. Pemerintah Cina juga mendorong pengembangan berbagai bentuk pendidikan bagi orang dewasa untuk memungkinkan semua warga negara untuk menerima pendidikan professional dan seumur hidup yang sesuai dengan bidang teknologi, ilmu pengetahuan, budaya, ekonomi dan politik.
Pemerintah Cina juga telah melakukan vitalisasi Pendidikan untuk abad 21 melalui reformasi pendidikan, mempromosikan pendidikan kompetensi, menekankan pembentukan fundamental dan peningkatan bertahap melalui sistem Pendidikan seumur hidup.
Sistem Pendidikan di Cina saat ini bukanlah seperti pada tahun 1940an, dimana saat ini telah jauh berubah menjadi sistem yang lebih modern yang dianut dari budaya barat seperti di negara Australia, Kanada, Inggris, Amerika, Jepang.
Semenjak tahun 1950an, Cina lambat laun berupaya melakukan reorganisasi sistem pendidikannya menjadi lebih Modern. Bahkan saat ini dalam era reformasi pendidikan, Cina berpegang teguh kepada modernization theory dan human capital theory. Karena meyakini bahwasanya pembangunan tidak akan bisa direalisasikan apabila mayoritas SDM nya tidak memegang teguh nilai modernisasi. Dengan kualitas pendidikan yang mumpuni akan menghasilkan siswa yang berprestasi dan unggul sehingga akhirnya akan menghasilkan kualitas tenaga kerja yang unggul dan berpengaruh signifikan terhadap pembangunan ekonomi.
Pada tahun 2018, OECD merilis bahwasanya Cina merupakan juara umum pada Program for International Student Assesment (PISA) dimana penilaian dilakukan terhadap siswa berusia 15 tahun dari 79 negara di dunia dengan jumlah total siswa sebanyak 600.000 dalam bidang matematika, membaca dan sains. Empat provinsi di Cina antara lain Beijing, Shanghai, Jiangsu, dan Zheijiang secara kolektif berada pada peringkat 1 diketiga bidang pelajran tersebut.
Namun demikian dengan jumlah populasi penduduk yang begitu besar, Cina juga memiliki hambatan antara lain kebanyakan penduduknya lebih memilih Pendidikan non formal, dikarenakan Pendidikan non formal dapat cepat terjun kedunia kerja sedangkan Pendidikan formal prosesnya memkaan waktu untuk dapat masuk kedunia kerja.
Dalam hal peningkatan SDM lokal, pemerintah Cina menggunakan pendekatan proaktif mengundang tenaga asing ke Cina untuk berkontribusi pada sektor strategis dengan kewajiban menularkan ilmu dan keahliannya kepada tenaga ahli lokal.
Disamping itu juga terdapat kesinambungan dalam program tersebut dengan mengirimkan tenaga ahli lokal belajar keluar negeri dan wajib dipraktikan didalam negeri. Pemerintah juga memberikan tempat khusus kepada para peneliti lokal yang baru menimba ilmu dari luar negeri untuk mempromosikan hasil inovasinya kepada masyarakat.
Cina juga memiliki Lembaga khusus yang memiliki tugas membuat kebijakan, peraturan, dan panduan yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi asing. Termasuk didalamnya seleksi perizinan tenaga asing yang bekerja di Cina maupun peneliti Cina yang akan belajar diluar negeri.
Lembaga tersebut wajib menyusun rencana tahunan pelatihan ke luar negeri, termasuk bidang keaslian apa saja yang dianggap potensial untuk bisa dikembangkan di Cina. Program tersebut terus berkelanjutan meski pemerintahan mengalami pergantian kepemimpinan. Kebijakan yang konsisten tersebut yang mengakibatkan program berjalan secara berkesinambungan dan membuahkan hasil yang optimal.
Konsumsi Dalam Negeri yang Meningkat
Cina sebagai Negara dengan populasi penduduk tertinggi didunia yang mencapai 1,415 Miliyar menjadikan industri lokal di Cina tidak perlu kawatir kehilangan konsumsi dalam negeri. Dianalogikan bahwasanya seluruh Masyarakat Cina saja sudah dapat menjadi konsumen tunggal yang mampu menyerap produk sehingga industry tidak perlu kawatir.
Disamping itu juga, terdapat peningkatan daya beli masyarakt Cina yang meningkat dari tahun ketahun akibat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi selama beberapa dekade. Jumlah penduduk miskin di Cina pada tahun 2017 hanya 3,1% dan terus mengalami pengurangan dari tahun ketahun hingga saat ini. Bahkan pemerintah Cina selama delapan tahun terakhir telah menginvestasikan sebesar 1,6 Triliun Yuan atau sekitar 3.607 Triliun Rupiah untuk mengentaskan kemiskinan.
Penduduk pada daerah-daerah yang berpenghasilan rendah dan terpencil telah dipindahkan ke Kota-Kota yang baru dibangun. Hampir 10 juta orang pindah ke rumah baru dan 27 juta lainnya telah direnovasi. Bahkan pendapatan rata-rata per orang dipedesaan yang kurang mampu mengalami kenaikan dari 2.982 Yuan atau Rp. 3,5 Juta pada tahun 2015 menjadi 10.740 Yuan atau Rp. 16,5 Juta pada tahun 2020.
Cina yang dulunya negara miskin yang kebutuhan penduduknya dijatah oleh pemerintah, kini telah bertransformasi menjadi sebuah kekuatan pangsa produksi dan konsumsi terbesar di Dunia.
Cina saat ini bukanlah Cina tahun 1970an yang kehidupan masyarakatnya dijatah oleh pemerintah Pusat ataupun Cina ditahun 1980an yang hanya bisa mengekor teknologi Eropa, Jepang ataupun Amerika. Mengingat Cina saat ini adalah Negara yang sudah mampu mengembangkan teknologinya sendiri seperti Teknologi 5G, Artificial Intelligence, Stasiun Luar Angkasa, Teknologi Matahari Buatan sampai kepada Teknologi dan Sistem Pertahan Militer yang modern.
Conveyor of Publik Opinion Dr. Uli Wildan Nuryanto Dosen Pascasarjana Universitas Bina Bangsa