Skip to content
Sen. Feb 6th, 2023
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pasang Iklan
  • Hubungi Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Pedoman Standar Perilisan Berita patron.id

Primary Menu
  • DAERAH
  • TERKINI
  • PENDIDIKAN
  • LENSA EVENT
  • OPINI
  • RUANG PATRON
    • CITIZEN JOURNALISM
    • KOMUNITAS
    • SAJAK-SAJAK
    • WISATA DAN KULINER
  • SOSOK
  • PHOTO
  • VIDEO
  • ADVETORIAL
  • Home
  • RUANG PATRON
  • OPINI
  • Menyongsong Digitalisasi Penyiaran di Banten
  • OPINI

Menyongsong Digitalisasi Penyiaran di Banten

Redaktur 8 bulan ago 12 min read

Oleh: Ahmad Syaikhu

Informasi sudah menjadi kebutuhan pokok dan komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Termasuk dalam dunia penyiaran, sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin strategis, terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara kita.

Di saat yang sama, dunia digitalisasi kian meluas dan telah menambah aktivas baru. Perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat semakin tidak mengenal tempat dan waktu. Perkembangan tekonologi digital meningkat namun dalam penggunaannya belum berbanding lurus dengan etika, dan budaya masyarakat di Indonesia.

Sementara itu, dengan munculnya istilah generasi baru atau yang dikenal dengan Generasi Y dan Generasi Z, penggunaan ruang digital semakin massif, akan tetapi perilaku masyarakat mulai mengalami pergeseran nilai. Berdasarkan Studi Perilaku Digital oleh Microsoft, menyatakan bahwa indeks digital civility atau keberadaban di ruang digital Indonesia masih tergolong rendah. Indeks tersebut diukur dari persepsi warganet terhadap risiko yang mungkin mereka dapatkan seperti ujaran kebencian, perundungan siber, pelecahan daring, penyebaran data pribadi, dan ancaman terhadap keberadaban.

Di sinilah pentingnya mewujudkan ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, produktif, dan memberikan keadilan bagi masyarakat. Artinya dalam upaya tersebut, perlunya sambutan dan kesadaran masyarakat untuk bersiap-siap memasuki era baru dalam dunia informasi dan teknologi, dan tentu saja tetap menjunjung tinggi nilai dan etika yang berlaku.

Terutama dalam dunia penyiaran, dimana digitalisasi menjadi babak baru dalam sejarah penyiaran. Namun lagi-lagi terselip kekhawatiran, jangan sampai peralihan era digitalisasi ini malah salah sasaran.

Karena ketidak-pahaman dan keterbatasan dalam penggunaan manfaatnya, alih-alih pemerataan nasional, pada akhirnya mengalami kesenjangan sosial. Oleh sebab itu, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 4 perlu diresapi pelaksanaannya,  bahwasanya penyiaran bukan hanya sebagai kegiatan komunikasi massa, media informasi dan hiburan saja, akan tetapi lebih dari itu, ia berfungsi sebagai wadah pendidikan, kontrol, dan perekat sosial. Selain itu, pastinya fungsi ekonomi dan kebudayaan tetap berperan.

Artinya, dalam undang-undang tersebut telah memberikan jaminan bahwa, penyiaran diselenggarakan harus berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.

Penyiaran di Era Digital

Siaran sama artinya  dengan broadcast yang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Siaran, adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

Dalam laman Wikipedia disebutkan, Penyiaran pada mulanya terdiri dari pengiriman sinyal telegraf melalui gelombang udara, menggunakan kode morse, sebuah sistem yang dikembangkan pada tahun 1830-an oleh Samuel F. B. Morse, Fisikiawan Joseph Henry dan Alfred Vail. Dan, awalnya seluruh penyiaran terdiri dari sinyal analog menggunakan teknik transmisi analog. Namun, pada tahun 2000-an, penyiaran berpindah menggunakan sinyal digital dan teknik transmisi digital. Dalam penggunaannya secara umum, penyiaran paling sering mengacu pada transmisi informasi dan pemrograman hiburan dari berbaga sumber kepada masyarakat umum.

Kini, dengan disahkannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja  yang disahkan Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020 lalu, Indonesia telah mempertegas posisi menuju penyiaran digital. Dalam amanah tersebut, pada pasal 60 A tentang Digitalisasi Penyiaran, berbunyi: Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital.

Itulah yang menjadi dasar hukum berlakunya migrasi penyiaran analog ke digital,  penerapannya paling lambat dua tahun setelah disahkannya Undang-undang tersebut. Maka dari itulah masyarakat perlu menyiapkan berbagai sarana untuk membangun kesadaran dan kesiapan masyarakat menyambut era Digitalisasi.

Menurut Rizky Wahyuni, Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jakarta, mengatakan, konsekuensi dari diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2020 adalah Analog Switch Off (ASO). Siaran yang selama ini menggunakan sistem analog teresterial akan dihentikan dan seluruhnya beralih ke siaran digital teresterial pada saat ASO.

Di saat yang sama dalam Siaran Pers No. 77/HM/KOMINFO/03/2021 Kamis, 11 Maret 2021 Pemerintah telah menargetkan penyiaran televisi analog atau Analog Switch Off (ASO) akan berakhir di tanggal 2 November 2022. Inilah babak baru dimana masyarakat akan menikmati layanan televisi digital secara nasional.

Senada dengan itu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahmad Ramli, mengatakan migrasi penyiaran televisi dari analog ke digital ini akan berdampak positif pada sektor teknologi dan ekonomi. Dari aspek teknologi adalah terjadi penghematan yang signifikan, dimana satu kanal bisa digunakan sampai 12 TV. Sedangkan dari sisi ekonomi, ia menyontohkan jika 10% broadband internet bertumbuh, akan ada dampak sekitar 1,25% untuk pertumbuhan ekonomi.

Itu sebabnya, untuk menyambut era ini perlu dilakukan sosialisasi massif agar masyarakat mengetahui bahwa siaran-siaran televisi hanya bisa ditangkap melalui perangkat TV digital atau perangkat TV lama masih bisa digunakan dengan menambahkan set-top box (STB).

👉 TRENDING:  Pernahkah Nabi Berinvestasi?

Analog Switch-Off ( ASO )

Di negara-negara maju, perencanaan switch off sistem analog sudah mulai dilakukan pada akhir tahun 2012. Oleh karena itu, muncul pandangan bahwa digitalisasi penyiaran merupakan sesuatu yang tak terelakkan bagi Indonesia, tinggal menunggu waktu. Di samping itu, terdapat berbagai manfaat yang didapatkan dalam penggunaan sistem penyiaran digital.

Jika dibandingkan dengan negara lain, seperti yang dilansir laman resmi KPI Pusat, bahwa Indonesia memang kategori lambat dalam penerapan digitalisasi. Banyak negara lain sudah punya rencana untuk melakukannya atau sedang dalam proses konversi yang dipentaskan. Kesepakatan Internasional Telecomunication Union (ITU) tahun 16 Juni 2006, di Jenewa, 104 negara yang hadir dalam The Geneva Frequency Plan Agreement memberikan batas akhir siaran analog di seluruh dunia pada 17 Juni 2015. Negara Eropa dan Amerika sudah lebih dulu melakukan ASO. Belanda (2006), Swedia (2007), Finlandia (2007), German (2008), USA (2009), Jepang (2011), Korsel (2012), Brunei (2017), Singapura (2019), Malaysia (2019), Vietnam Thailand Myanmar (2020).

Sebenarnya, menurut Rizky Wahyuni, sejak tahun 2004, pemerintah telah mencanangkan migrasi ke penyiaran digital dengan membuat kajian menuju penyiaran televisi digital. Akan tetapi, rencana tersebut kandas karena kurangnya payung hukum dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu, dengan mengetahui penyiaran digital serta memahami keuntungan-kerugiannya, diharapkan bahwa masyarakat dapat mengawal proses migrasi yang diamanatkan UU Cipta Kerja agar dapat rampung pada akhir tahun 2022.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), seperti yang telah dilansir  Beritasatu.com (6 Juni 2021), tengah menyiapkan migrasi siaran TV analog ke TV digital atau analog switch off (ASO). Dedy Permadi, Juru Bicara Kementerian Kemkominfo menjelaskan, berdasarkan peraturan tersebut ASO akan dilakukan secara bertahap menurut kesiapan daerahnya.

Beberapa faktor yang mendasari kebijakan ini antara lain praktik umum yang terjadi di dunia, masukan dari lembaga penyiaran, pertimbangan kesiapan industri, dan keterbatasan spektrum frekuensi radio. Dedy Permadi melanjutkan, Faktor keterbatasan spektrum frekuensi menjadi faktor penting mengapa ASO dilakukan secara bertahap.

Saat ini, tengah dilakukan penataan frekuensi antara siaran analog yang masih berjalan dengan siaran digital yang perlahan diperkenalkan, dengan tujuan agar masyarakat mulai beralih dan membiasakan diri dengan siaran digital. Jumlah stasiun televisi mencapai 701 lembaga penyiaran, sehingga di banyak daerah kepadatan siaran televisi analog ini menambah kompleksitas proses menuju ASO.

ASO adalah suatu peristiwa dihentikannya siaran analog dalam industri penyiaran untuk beralih ke teknologi siaran digital. ASO merupakan tanda migrasi siaran digital atau digitalisasi penyiaran. Secara sederhana, digitalisasi penyiaran dapat dijelaskan sebagai proses pengalihan dan kompresi sinyal analog menjadi kode biner. Teknologi ini menawarkan kemungkinan pengaturan frekuensi yang lebih efisien ketimbang teknologi analog. Efisiensi penggunaan pita frekuensi menjadi digital advantege dari peralihan analog ke digital. ASO dapat dilakukan secara simulcast maupun melalui transmisi langsung.

Simulcast sendiri merupakan singkatan dari simultaneous broadcast atau dalam bahasa Indonesia  adalah siaran simultan,  merupakan sebuah proses penayangan di radio/televisi/internet di beberapa media sekaligus dalam waktu yang relatif sama. Pengguna (end user) bisa menikmati tayangan yang disiarkan oleh seorang pemilik acara dalam waktu yang relatif sama dengan saat acara tersebut pertama kali tayang.

Sebenarnya wacana digitalisasi penyiaran di Indonesia memang bukan bahasan baru. Indonesia telah melakukan perencanaan alih teknologi secara bertahap sejak tahun 2007, dengan diterbitkannya Permenkominfo 07/PER/M.KOMINFO/3/2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia.

Ujicoba teknologi penyiaran digital juga telah dilakukan dari tahun 2008 dan dilanjutkan dengan tahap penyiaran simulcast pada tahun 2012. Pemerintah juga mengeluarkan Permenkominfo 22/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air) sebagai landasan formil percepatan digitalisasi.

Sejumlah regulasi pun dikeluarkan oleh pemerintah. Permenkominfo 23/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Rencana Induk (Masterplan) Frekuensi Radio untuk Keperluan Televisi Siaran Digital Terestrial pada Pita Frekuensi Radio 478 – 694 MHz, Permenkominfo 5/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free-To-Air). Termasuk menentukan pembagian zona melalui Permenkominfo 17 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Penetapan Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing. Namun,  karena dianggap tidak sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Mahkamah Agung (MA) melalui PTUN pada 5 Maret 2015 membatalkan 33 Kepmen Kominfo.

Meskipun MA membatalkan landasan formil penyiaran digital di Indonesia pada tahun 2015, Pemerintah tetap terus melakukan persiapan migrasi sistem penyiaran analog ke digital sembari menunggu revisi UU 32/2002 tentang penyiaran. Mendukung aplikasi siaran televisi digital terbit Permenkominfo No. 5 Tahun 2016 tentang Uji Coba Teknologi Telekomunikasi, Informatika dan Penyiaran. Pada 27 Juni 2019, Pemerintah kembali mengeluarkan Permenkominfo 3 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulcast Dalam Rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran Televisi Digital. Hingga akhirnya melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja  Digitalisasi Penyiaran di Indonesia memiliki payung hukum jelas berupa Undang-Undang.

👉 TRENDING:  Terimakasih Pemerintah Kota Serang

Efisiensi penggunaan frekuensi menjadi salah satu keuntungan multiplier effect. Saat ini Indonesia menggunakan pita frekuensi 700 MHz.  Analog teresterial menggunakan panjang pita sebanyak 328 MHZ, sementara jika menggunakan siaran digital maka panjang frekuensi yang digunakan hanya 176 MHZ, sisa frekuensi sepanjang112 MHz dapat digunakan untuk keperluan lain.

Pemanfaatan sisa pita frekuensi dapat diperuntukkan bagi kebencanaan, internet, pendidikan, penerbangan, bisnis telekomunikasi dan sebagainya. Dengan begitu pemanfaatan ini akan juga meningkatkan digital deviden, memungkinkan pengalokasian spektrum frekuensi untuk penyelenggaraan internet kecepatan tinggi (broadband), termasuk pengembangan 5G dan industri 4.0 yang akan menghasilkan keuntungan bagi Negara.

Perhitungan efisiensi penggunaan frekuensi modul analog lebar pita frekuensi 8 MHz memancarkan 1 siaran, sementara pada Modul digital 8 MHz memancarkan 5 siaran TV kualitas High Definition atau 13 siaran TV kualitas Standar Definition. Dengan begitu Siaran dengan resolusi HDTV dapat dipancarkan secara efisien. Dengan adanya HDTV tentu kualitas siaran lebih baik, interferensi, suara/atau gambar rusak, berbayang yang terjadi pada siaran analog dapat diminimalisir.

Kemampuan transmisi audio, video, data sekaligus dapat dilakukan secara bersamaan. Dan yang pasti disiarkan secara Free to Air (FTA) alias gratis. Masyarakat juga tidak perlu mengganti TV tabungnya dengan menggunakan antena UHF hanya perlu menambah  penggunaan STB (set top box).

Manfaat tidak kalah penting didapat dari penghematan frekuensi ini adalah akan munculnya multichannel dalam penyiaran Indonesia. Pemerintah telah menetapkan 8 pengelola multifleksing (Multiflekser) di Jakarta; RCTI, SCTV, TRANS TV, TV ONE, RTV, BERITA SATU, METRO TV dan TVRI. Jika satu pengelola Mux  menggunakan modul digital  memancarkan 5 siaran TV (HD) atau 13 siaran TV (SD) maka setidaknya minimal ada 40 channel HDTV dan 104 SDTV di Wilayah Layanan DKI Jakarta saja. Dengan bertambahnya channel saat ASO nanti tentu akan menghadirkan multi progam siaran yang lebih segmented dengan jenre tertentu. Konsekuensi ini akan menjamin hadirnya diversity cotent dan diversity ownership seperti amanah UU 32/2020.

Digitalisasi Penyiaran

Digitalisasi menurut Terry Kuny, sebagaimana dikutip Rasiman dalam Jurnal Perpustakaan Universitas Airlangga – Vol. 8 No. 2 Juli–Desember 2018: 61–68,  adalah mengacu pada proses menerjemahkan suatu potongan informasi seperti sebuah buku, rekaman suara, gambar atau video, ke dalam bit–bit. Bit adalah satuan dasar informasi di dalam suatu sistem komputer. Sedangkan menurut Marilyn Deegan, digitalisasi adalah proses konversi dari segala bentuk dokumen tercetak atau yang lain ke dalam penyajian bentuk digital.

Sementara itu, Topan Yuniarto dalam artikelnya, Digitalisasi Penyiran di Indonesia: Urgensi dan Manfaatnya yang dipublikasikan dalam kompaspedia.kompas.id, Selasa, 22 Desember 2020, menuliskan bahwa, Digitalisasi Penyiaran merupakan tuntutan teknologi yang tak terelakkan bagi Indonesia. berbagai manfaat ditawarkan dengan migrasi penyiaran dari sistem analog ke sistem digital.

Menurutnya, Siaran TV Digital di Indonesia akan sangat bermanfaat, karena hasilnya, di antaranya; kualitas gambar dan suara jernih, efisiensi spektrum, efisiensi infrastruktur, kualitas program dan layanan beragam dan lebih baik, sebagai sistem peringatan bencana, Menumbuhkan industri kreatif, menumbukan peluang pemasaran, memunculkan industri perangkat; dan membuka peluang internet broadband

Secara teknis, digitalisasi merupakan proses perubahan segala bentuk informasi (angka, kata, gambar, suara, data, dan gerak) yang dikodekan ke dalam bentuk bit (binary digit). Bit ini berupa karakter dengan dua pilihan, seperti 0 dan 1, on dan off, maupun yes dan no, serta ada informasi atau tidak. Dengan demikain, dimungkinkan adanya manipulasi dan transformasi data (bitstreaming), termasuk penggandaan, pengurangan, maupun penambahan. Semua jenis informasi diperlakukan bukan dalam bentuk asli, tetapi bentuk digital yang sama (byte/bit).

Penyederhanaan ini pada akhirnya dapat merangkum aneka bentuk informasi, antara lain huruf, suara, gambar, warna, gerak, dan sebagainya sekaligus ke dalam satu format sehingga dapat memproses informasi untuk berbagai keperluan, seperti pengolahan, pengiriman, penyimpanan, penyajian, sekaligus dalam satu perangkat.

Di sisi lain, lanjut Topan, karena format digital kaya akan transformasi data dalam waktu bersamaan, digitalisasi televisi dapat meningkatkan resolusi gambar dan suara yang lebih stabil sehingga kualitas penerimaan oleh penonton akan lebih baik. Dengan kata lain, teknologi penyiaran televisi berbasis digital menjanjikan tampilan gambar lebih bersih dan suara yang lebih jernih.

Secara praktis, digitalisasi dianggap sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan dan inefisiensi pada penyiaran analog, baik radio maupun televisi. Efisiensi dan optimalisasi yang paling nyata dalam penyiaran, di antaranya adalah kanal siaran dengan jumlah yang lebih banyak dan infrastruktur penyiaran, seperti menara pemancar, antena, dan saluran transmisi yang masing-masing cukup menggunakan satu alat untuk banyak siaran.

Sistem penyiaran digital berjalan melalui multiplexing dan kompresi yang menggabungkan sejumlah audio/data stream ke dalam satu kanal penyiaran. Setiap stasiun menempati slot di multiplex dengan bit rate yang sama atau berbeda sesuai kebutuhan. Teknologi multiplexing ini sendiri memungkinkan dilakukannya pelebaran kanal frekuensi.

Dalam sistem analog, satu kanal hanya bisa diisi satu saluran siaran. Sedangkan, dalam sistem digital, satu kanal bisa diisi dengan lebih dari 6-12 saluran siaran sekaligus. Kondisi ini dimungkinkan karena dalam sistem digital pelebaran frekuensi bisa dilakukan. Ini sangat berbeda dengan teknologi analog yang hanya memungkinkan satu frekuensi untuk satu saluran program siaran.

👉 TRENDING:  Ketua Tim Kunker Komisi V: KRL Rangkas-Merak Telan Biaya Ratusan Miliar

Satu stasiun televisi, Topan Yuniarto mencontohkan, misalnya Kompas TV, menggunakan satu kanal frekuensi 25 UHF di Jakarta untuk menyiarkan program siarannya. Dengan sistem digital, kanal 25 UHF digital bisa diisi 12 saluran stasiun televisi yang kontennya berbeda-beda sehingga menghemat frekuensi.

Frekuensi sendiri merupakan salah satu istilah penciri gelombang radio. Secara sederhana, frekuensi memiliki harga atau nilai dari nol sampai tak terhingga. Pancaran sinyal dari pemancar radio akan menempati satu rentang frekuensi tertentu. Jika dikaitkan dengan istilah lebih teknis, frekuensi menempati sebuah rentang, masing-masing rentang ini secara teknis disebut dengan channel/kanal.

Meskipun sama-sama menggunakan teknologi digital, siaran televisi digital bukanlah siaran televisi melalui internet atau streaming. Untuk mengakses informasi dan hiburan melalui siaran streaming, masyarakat harus memiliki layanan data internet. Sementara itu, untuk dapat menikmati siaran televisi digital, hanya diperlukan antena ultra high frequency (UHF) serta perangkat televisi yang selama ini digunakan untuk menerima siaran televisi analog.

Selain itu, diperlukan teknologi penerima sinyal digital yang dipancarkan oleh sistem digital video broadcasting terrestrial (DVB-T). Saat ini, pemerintah Indonesia menggunakan sistem DVB generasi kedua (DVB-T2).

Televisi analog yang belum memiliki kemampuan menerima siaran DVB-T perlu menambahkan alat bernama bernama dekoder atau set top box (STB). STB merupakan perangkat tambahan berupa rangkaian konverter untuk menerima sinyal digital yang dipancarkan oleh sistem kemudian diubah ke dalam sinyal analog agar dapat ditampilkan pada monitor TV analog. Secara teknis, STB dipasang di antara antena dan televisi.

Sedangkan, pesawat televisi yang sudah memiliki tuner penerima DVB-T2, tidak memerlukan perangkat STB tersebut, cukup mencari dengan scanning ulang frekuensi pada pesawat televisi.

Banten Menyongsong Digitalisasi Penyiaran

Menyambut era digitalisasi ini, Banten dalam sejarahnya tercatat selalu menopang dan mendukung demi tegaknya cita-cita kemerdekaan Indonesia. Terlebih pada masa Kesultanan Banten, di mana catatan penting dan naskah-naskah tradisi literasi Nusantara, ternyata  hampir seluruhnya didominasi dari Banten.

Maka di era ini, saatnya Banten hadir dan mengulang kembali tradisi literasi yang dulu sempat dibangun oleh para pendahulunya. Dalam menyongsong era ini pun,  tidak menutup kemungkinan, generasi yang sejak lahir sudah mengenal dunia digitalisasi, akan mengisinya dan berperan serta di dalamnya. Untuk itu, perlu pembinaan dan pemahaman yang signifikan dari para pihak, agar masa emas generasi  ini dapat beradaptasi secara baik, bermanfaat, adil, dan bermartabat sesuai dengan semangat dan cita-cita bangsa.  Karena dalam amanat undang-undang peran aktif masyarakat dituntut aktif dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional.

Tak terkecuali, Organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan melalui Lembaga Penyiaran.

Seiring dengan adanya penetapan tahapan penghentian siaran TV analog (Analog Switch-Off atau ASO) yang ditargetkan berlangsung pada tanggal 17 Agustus 2021. Maka, Banten pun menuju digitalisasi penyiaran. Menurut berita yang yang beredar, pelaksananan Analog Switch Off (ASO)  mencakup 5 (lima) tahapan, antara lain tanggal 17 Agustus 2021, 31 Desember 2021, 31 Maret 2022, 17 Agustus 2022, dan 2 November 2022.

Sebagaimana telah dilansir dalam Siaran Pers No. 205/HM/KOMINFO/06/2021 Kamis, 10 Juni 2021, Tentang Rancang Siaran Digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika merancang jaringan layanan siaran televisi digital di Provinsi Banten dalam 3 (tiga) wilayah layanan siaran. Staf Khusus Menkominfo Bidang Komunikasi Publik, Rosarita Niken Widiastuti dalam Webinar Sosialisasi TV Digital – Dukung Migrasi TV Digital Indonesia yang berlangsung di Cilegon, Banten, Kamis (10/06/2021) merinci masing-masing wilayah, yakni Banten 1 mencakup Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon, yang saat ini telah beroperasi multipleksing BSTV, TransTV dan SCTV. Wilayah  Banten 1 ini masuk dalam tahap pertama ASO pada tanggal 17 Agustus 2021.

Sedangkan Banten 2 yaitu Kabupaten Pandeglang, masuk tahap 2 tanggal 31 Desember 2021, juga telah beroperasi multipleksing BSTV, Metro TV, TransTV dan TVOne. Adapun wilayah Banten 3 yaitu Kabupaten Lebak masuk tahap 5 tanggal 2 November 2022, juga telah beroperasi multipleksing TVRI Bayah, BSTV dan Metro TV.

Dalam menghadapi Digitalisasi Penyiaran, penulis mengutip apa yang disarankan Rizky Wahyuni, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPID), dalam tulisannya yang dilansir situs resmi KPI Pusat, ia menyarankan agar masyarakat Indonesia mempersiapkan ke-CERDAS-an. Cerdas sendiri merupakan akronim dari Cermat, Empati, Responsif, Disiplin, Aktif, Selektif (CERDAS).

Sebuah tindakan yang dapat dilakukan dalam merespons sebuah perubahan. Dalam Digitalisasi setidaknya terdapat 3 unsur/pihak dipersiapkan menjadi cerdas; Pemerintah, Lembaga Penyiaran / Pelaku Usaha Penyiaran dan Masyarakat. Sementara sebagaimana fungsi tugas menjadikan KPI sebagai lembaga kuasi negara  (State Auxalary Bodies) bertanggungjawab pada tiga kepentingan sekaligus dalam penyiaran digital ini memastikan semua unsur terlibat setidaknya lebih “cerdas” dalam menghadapi digitalisasi penyiaran.

Conveyor of Public Opinion  Ahmad Syaikhu, M.Hum, Lahir di Tangerang pada 1 Januari 1985, Saat ini ia Sebagai dosen di STISNU Tangerang.email: [email protected]

Tags: Ahmad Syaikhu aso Banten Digital Kominfo

Continue Reading

Previous: Transformasi Ekonomi Dari Negara Miskin Menjadi Superpower
Next: Jalan menuju nalar kritis kader mujahid PMII di era distrupsi

Related Stories

Seberapa Penting Sistem Pembayaran Digital di Indonesia? 4 min read
  • OPINI

Seberapa Penting Sistem Pembayaran Digital di Indonesia?

Redaktur 4 bulan ago
Pengertian Dan Macam-Macam RisikoPerbankan Syari’ah 3 min read
  • OPINI

Pengertian Dan Macam-Macam RisikoPerbankan Syari’ah

Redaktur 7 bulan ago
Jalan menuju nalar kritis kader mujahid PMII di era distrupsi 2 min read
  • OPINI

Jalan menuju nalar kritis kader mujahid PMII di era distrupsi

Redaktur 7 bulan ago
Transformasi Ekonomi Dari Negara Miskin Menjadi Superpower 8 min read
  • OPINI

Transformasi Ekonomi Dari Negara Miskin Menjadi Superpower

Redaktur 11 bulan ago
Belenggu Kemiskinan Struktural 5 min read
  • OPINI

Belenggu Kemiskinan Struktural

Redaktur 11 bulan ago
Dampak Pandemi Terhadap Pendidikan Di Indonesia 2 min read
  • OPINI

Dampak Pandemi Terhadap Pendidikan Di Indonesia

Redaktur 11 bulan ago
BAPEDA KABUPATEN TANGERANG
DINAS PEMUDA OLAHRAGA KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TANGERANG

“Pemerintah yang baik ialah yang berorientasi kepada kepentingan rakyat banyak, bukan berorientasi kepada sekelompok kecil tuan-tuan besar yang hidup di gedung bertingkat dilingkungi kaca seperti permen dalam peles.”

― Mahbub Djunaidi

You may have missed

PPK Cimanuk Gelar Bimtek PPS 1 min read
  • LENSA EVENT

PPK Cimanuk Gelar Bimtek PPS

Redaktur 4 hari ago
Digitalic: SEO yang Baik Harus Berdampak Bagi Bisnis 2 min read
  • LENSA EVENT

Digitalic: SEO yang Baik Harus Berdampak Bagi Bisnis

Redaktur 5 hari ago
ICA Rayakan Ultah Ke 16 Bersama UMN Mengangkat Tajuk 16 Tahun Menjaga Komitmen Bersatu 3 min read
  • LENSA EVENT

ICA Rayakan Ultah Ke 16 Bersama UMN Mengangkat Tajuk 16 Tahun Menjaga Komitmen Bersatu

Redaktur 2 minggu ago
Pegawai DPRD Kota Serang Tanda Tangani Pakta Integritas Pastikan Pelayanan Baik 2 min read
  • DAERAH

Pegawai DPRD Kota Serang Tanda Tangani Pakta Integritas Pastikan Pelayanan Baik

Redaktur 3 minggu ago
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pasang Iklan
  • Hubungi Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Pedoman Standar Perilisan Berita patron.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pasang Iklan
  • Hubungi Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Pedoman Standar Perilisan Berita patron.id
Copyright © All rights reserved. | Magnitude by AF themes.